Sebelum diterima menjadi siswa/i
Asrama Yasop anda harus mengikuti berbagai test, yaitu tes akademik, tes
psikologi, test kesamaptaan, test kesehatan dan test wawancara.
kok banyak sekali sih.......
Memang
testnya banyak, tapi jangan khawatir itu tidaklah sesusah yang anda
pikirkan. Nah, saya kan alumni Asrama Yasop, jadi pernah dong melalui
semua test itu...
Ok, saya
akan membagikan pengalaman saya sewaktu mengikuti tes masuk asrama
yasop mana tau bisa menjadi inspirasi buat adek-adek yang ingin masuk
yasop, biar menarik ceritanya akan saya sajikan dalam bentuk prosa atau kyak cerita di novel. ok....
Story begin.....
Saya adalah
alumni angkatan 2011 atau angkatan ke-19 Yasop. Saya berasal dari SMP N 2 Lintong Nihuta. Saya tidak akan terkejut jika
anda tidak mengetahui daerah ini dan hal itu wajar saja kawan karena sepeti
yang teman-teman saya sering katakan "itu gak masuk peta kan".
Waktu
itu, kami diutus dari sekolah sebanyak delapan orang. Test pertama
yang kami ikuti adalah test akademik, menurut informasi yang saya
dengar, jumlah peserta test akademik waktu itu adalah 1080 orang dan
jangan ditanya kawan, yang ingin mengikuti test jumlahnya mungkin sampai 5 atau
6 kali lipat dari jumlah diatas atau mungkin lebih, tetapi hanya saja
pesertanya dibatasi. dag dig dug...., begitulah bunyi jantungku sewaktu
kami para peserta dibariskan dilapangan sebelum masuk ke ruang ujian.
Melihat peserta yang sebanyak itu rasanya harapan semakin aus saja,
padahal sebelumnya semangat ini berapi-api seperti dalam tungku saja.
Dan ternyata ungkapan itu sangat tepat karena pada akhirnya semangat itu
tidak ada lagi karena sudah habis terbakar. Ujian pertamapun dimulai.
Ujian pertama adalah matematika, saya mulai senyum-senyum melihat soal
di depan saya. Saya melahap habis semua soal tanpa menyisakan satupun,
wkwkwk sombong ni yeeee... . Tetapi begitulah kenyataannya. Bel berbunyi
jawaban dan soal dikumpul. Saya keluar dari ruang ujian dengan dada
sedikit maju ke depan seakan-akan saya lah pemenangnya. Tetapi dada saya
semakin lama semakin turun saja karena setelah nanya teman-teman yang
lain ternyata soalnya memang tak terlalu sulit dan mereka juga bisa
menjawab semuanya.....
Kirain akunya yang pintar ternyata soalnya
yang mudah.... Bel berbunyi lagi, sekarang ujian IPA. Berbeda dengan
ujian pertama tadi, sekarang muka saya makin lama makin mengerut saja
dan ubanpun tiba-tiba tumbuh karena dalam selang waktu 2 jam itu umur
saya seakan-akan menua dengan kecepatan 0,6 c. Saya keluar dari ruangan
dengan keadaan lemas....
Ujian ketiga yaitu pelajaran yang paling
saya benci, Bahasa Inggris. Sebelumnya saya telah mempersiapkan taktik
jitu untuk menghadapi musuh saya ini. jika rencana A gagal, coba rencana
B. Seperti yang saya perkirakan sebelumnya rencana A akan gagal.
Rencana A adalah menjawab soal yang mudah terlebih dahulu baru dilanjut
ke soal yang sulit, jadi cari-cari dulu soal yang kelihatannya mudah.
Ternyata, eh tenyata.... tak ada satu soalpun yang mudah untuk orang
sekelas saya, dan terpaksa harus beralih ke rencana B. Rencana B adalah
jika tak ada soal yang mudah maka ambil kertas, sobek menjadi 5 bagian
yang kecil, kemudian tulis A untuk 1 potong kertas, B untuk potongan
yang lain, begitu seterusnya sampai E. Gulung kertas tersebut, dan pilih
secara acak, kemudian buka. Apa yang tertulis dalam kertas itu, itulah
jawaban yang saya tulis. Akhirnya lembar jawaban saya terisi semua. Saya
keluar dari ruangan dengan pasrah. Deru campur debu.......
Kami pulang dengan kecemasan dalam hati masing-masing.
selanjutnya.....
Tak disangka-sangka ternyata semuanya tidak seperti perkiraanku sebelumnya, ternyata aku lulus tahap akademik. Tidak hanya itu saja, dari 8 orang jumlah kami yang diutus sekolah mengikuti test ternyata yang lulus ada 4 orang. Kami bangga tak kepalang dan sejenak hati ini membumbung tinggi karena terlalu senang dan tak luput mata ini dari koran Sinar Indonesia Baru yang waktu itu menuliskan nama kami satu persatu siswa-siswi yang lulus test akademik. Euforia itu hanya berlangsung satu hari saja, keesokan harinya aku seakan tidak bangga lagi karena aku baru menyadari kalau perjuangan masih panjang. Tiga test berturut-turut menanti didepan karena kala itu test psikotest tidak ada. Jadi hanya kesemaptaan, kesehatan dan wawancara. Bagi saya yang bisa dikategorikan kemampuan bahasanya jelek, hal yang paling menakutkan itu adalah test wawancara. Kenapa tidak, dari isu-isu yang saya dengar kala itu test wawancara akan dilakukan dalam bahasa inggris. Tapi jangan salah kawan, meskipun saya tidak pandai bahasa inggris, saya masih punya ide mengakal-akalinya. Itulah mungkin kelebihan saya, saya selalu dilimpahi ide kreatif dikala sedang menghadapi permasalahan, tapi ini bukan sombong ya.... Setiap malam saya membuat prediksi pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara nanti dan saya sendiri yang menjawab pertanyaan tersebut dalam bahasa inggris. Saya yakin minimal 50% dari seluruh pertanyaan yang diajukan nanti sudah ada dalam sekian prediksi tersebut. Jadi tugas saya hanya menghafal saja. Jangan anggap ini kecurangan kawan tapi Kreatifitas....